Petrokimia Gresik (PG) menegaskan komitmennya untuk memperkuat kemandirian industri kimia nasional melalui pengelolaan sulfur. Hal ini disampaikan Direktur Utama PG, Dwi Satriyo Annurogo, dalam Argus Fertilizer Asia Conference 2025 yang digelar di Bali, beberapa waltu yang lalu.

Menurut Dwi Satriyo, permintaan sulfur di Indonesia terus meningkat, seiring pertumbuhan sektor pertanian serta ekspansi industri logam dan mineral. Namun, pasokan dalam negeri masih terbatas, membuat ketergantungan terhadap impor cukup tinggi.

“Secara fisik, sulfur mungkin terlihat kecil, namun dampaknya sangat besar dalam menjaga keberlanjutan proses produksi kami,” ujar Dwi Satriyo dalam keterangan tertulis, Sabtu (26/4/2025).

Di industri pupuk, sulfur diolah menjadi asam sulfat, bahan kunci produksi phosphoric acid komponen utama pupuk fosfat seperti NPK Phonska, pupuk fosfat, kalium sulfat, dan amonium sulfat. Dengan kapasitas produksi 1,8 juta ton per tahun, PG menjadi salah satu produsen asam sulfat terbesar di Indonesia.

Lebih jauh, Dwi Satriyo menekankan pentingnya sulfur sebagai unsur hara makro esensial bagi tanaman. Kekurangan sulfur dapat menghambat pertumbuhan tanaman, menurunkan hasil panen, dan mengurangi ketahanan terhadap stres lingkungan.

PG juga mengembangkan hilirisasi sulfur ke berbagai industri, termasuk produksi gypsum untuk semen, Dissodium Sulphate untuk industri kertas dan tekstil, serta surfaktan hijau berbasis Methyl Ester Sulfonate (MES) untuk sektor migas dan deterjen.

“Dengan inovasi berbasis sulfur, PG tidak hanya mendukung kemajuan pertanian, tapi juga memperkuat kemandirian industri nasional,” pungkasnya.

Sumber : kabarbisnis.com