Pemerintah menaruh fokus pada penguatan dua industri dasar strategis, yakni industri kimia dan logam dasar (baja), sebagai pilar penting menuju target pertumbuhan ekonomi 8%.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, dalam Outlook Industrialisasi Indonesia yang digelar oleh Persatuan Insinyur Indonesia (PII) di ICE BSD, Banten, Sabtu (5/7/2025).
Tanpa kehadiran dua industri tersebut, Amalia mengatakan, struktur industri nasional akan rapuh dan sulit bersaing di tingkat global. “Struktur industri suatu negara akan kuat jika ditopang oleh industri logam dasar dan industri kimia. Tanpa itu, tidak akan terbentuk fondasi industri yang kokoh,” ujar Amalia.

Amalia menegaskan bahwa pengembangan industri dasar juga penting untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah, yang menjadi motor penggerak konsumsi domestik. “Kelas menengah itu big spender. Mereka membantu menjaga daya beli dan menahan guncangan ekonomi,” ungkapnya.
Indonesia juga diingatkan agar tidak kembali terjebak pada ketergantungan ekspor komoditas mentah seperti era sebelumnya yang memicu gejala Dutch Disease. Untuk itu, sentuhan teknologi pada sumber daya alam dinilai kunci membangun industri berkelanjutan.
Dalam sesi terpisah, Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Hernowo, menyatakan bahwa industri baja nasional mampu untuk memenuhi lebih dari 80% kebutuhan baja nasional dan 95% untuk proyek infrastruktur.
Namun demikian, arus masuk baja impor dinilai berpotensi melemahkan industri dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan proteksi serta roadmap industri jangka panjang. “Proyek PLN untuk 50.000 km jaringan transmisi harus dimanfaatkan sebagai peluang pengembangan pabrik dalam negeri: pabrik baja, kabel, hingga motor pembangkit,” jelas Hernowo.
Menurut data BPS, industri logam dasar mencatat pertumbuhan 14,47% secara tahunan di kuartal I-2025, mengungguli sektor pengolahan batubara dan migas yang hanya tumbuh 7,28%.
Sumber : InvestorTrust.id
